Ushul al-Fiqh 2

Istilah ushul al-fiqh, selain digunakan untuk menunjuk Kitab Suci, Sunnah Nabi, Ijma' dan Qiyas sebagai sumber-sumber pokok pemahaman hukum dalam Islam, juga digunakan untuk menunjuk kepada metode pemahaman hukum itu seperti dikembangkan oleh al-Syafi'i. Ushul al-fiqh dalam pengertian ini dapat dipandang sebagai sejenis filsafat hukum Islam karena sifatnya yang teoretis. Ia membentuk bagian dinamis dari keseluruhan ilmu fiqh, dan dibangun di atas dasar prinsip rasionalitas dan logika tertentu. Karena pentingnya ushul al-fiqh ini, maka di sini dikemukakan beberapa rumus terpenting berkenaan dengan hukum dalam Islam:Segala perkara tergantung kepada maksudnya.

  1. Segala perkara tergantung kepada maksudnya.

  2. Yang diketahui dengan pasti tidak dapat hilang dengan keraguan.

  3. Pada dasarnya sesuatu yang telah ada harus dianggap tetap ada.

  4. Pada dasarnya faktor aksidental adalah tidak ada.

  5. Sesuatu yang mapan dalam suatu zaman harus dinilai sebagai tetap ada kecuali jika ada petunjuk yang menyalahi prinsip itu.

  6. Kesulitan membolehkan keringanan.

  7. Segala sesuatu bisa menyempit, meluas, dan sebaliknya.

  8. Keadaan darurat membolehkan hal-hal terlarang.

  9. Keadaan darurat harus diukur menurut sekadarnya.

  10. Sesuatu yang dibolehkan karena suatu alasan menjadi batal jika alasan itu hilang.

  11. Jika dua keburukan dihadapi, maka harus dihindari yang lebih besar bahayanya dengan menempuh yang lebih kecil bahayanya.

  12. Menghindari keburukan lebih utama daripada mencari kebaikan.

  13. Pembuktian berdasar adat sama dengan pembuktian berdasar nas.

  14. Adat dapat dijadikan sumber hukum.

  15. Sesuatu yang tidak didapat semuanya, tidak boleh ditinggalkan semuanya.

  16. Ada-tidaknya hukum tergantung kepada illat (alasan)-nya.[28]

Komentar